Malam ini, saya mendapatkan satu kabar yang kurang menyenangkan, kabar pertanda akan keagungan dan kekuasaan Allah SWT. Guru matematika sewaktu SMA di SMAN 4 Kabupaten Tangerang (dulu SMAN 1 Cikupa), Bapak Gunawan berpulang menghadap Illahi Rabbi.
Meskipun saya tidak sampat diajar langsung oleh beliau, sudah bukan hal yang aneh kalau siapapun di sekolah tersebut hampir semuanya merasa dekat. Karena keramahan dan keterbukaan tangan beliau dalam memberi peran sebagai pendidik. Saking dekatnya dengan para siswa, tidak jarang beliau lebih dikenal dengan sebutan “Om Gun”.
Kalau malam menjelang (kebetulan saya tinggal di masjid sekolah), suasana sepi dan hening kadang terasa menjadi hangat saat beliau memainkan piano dengan berbagai lagu yang sangat cocok dinikmati di waktu malam. Hal menarik lainnya adalah meskipun saya (kami) tidak diajar oleh beliau pada mata pelajaran matematika, beliau selalu dengan ramahnya melayani pertanyaan-pertanyaan saya dan juga kawan-kawan.
Salah satu hal yang paling menarik adalah, setiap penjelasannya bisa dipahami, beliau sering bilang “aaaahh… cingcay pokonamah”. Yang menggambarkan bahwa setiap persoalan ada solusinya, selama kita mau tekun, telaten, dan sabar. Tidak jarang pula kawan-kawan sering menjulukinya Bapak Cingcay, sebuah penghormatan atas sikap beliau bahwa setiap persoalan itu bukan diremehkan tapi disederhanakan.
Berpikir dengan Otak, Kalau Belajar dengan Hati dan Otak
Kalimat diatas adalah satu tulisan yang beliau tulis dengan rapih, kemudian di tempel di atas mejanya. Niatnya sungguh mulia, diluar segala rangkaian matematis yang diajarkan, beliau juga memberikan satu kunci belajar yang siapa tahu dibaca oleh siapapun yang mendekati mejanya, dan saat itu mungkin saya adalah salah satunya.
Sebuah kalimat yang menegaskan kalau belajar memang tidak hanya cukup dengan otak tapi juga harsu disertai dengan hati. Dimulai dengan menyenangi pelajaran itu sendiri maka lambat laun pikiran kita akan mengikuti untuk lebih memahaminya. Ibarat kata seperti kita mempelajari dan memahami seorang wanita, maka tidak jarang kita menyukainya dulu baru kemudian logika kita yang bekerja untuk lebih memahami karakternya.
Allah SWT kini telah memanggilnya pulang, bertahun-tahun lamanya saya tidak sempat untuk berjumpa walau mungkin untuk sekedar menucapkan terimakasih. Melalui tulisan ini saya berharap mudah-mudahan bisa menjadi pengingat setiap saya lupa tentang apa yang bapak ajarkan. Bukan hanya persolan matematis, melainkan juga bagaimana saya dan juga yang lainnya bisa mengambil tauladan baik yang ada dari diri bapak.
Selamat jalan guru kami tercinta, selamat jalan Bapak Cingcay…
“Tak lekang ceritamu ditelan zaman… tak surut semangatmu hingga mentari tenggelam dan enggan terbit kembali. Ukiran senyummu mematri dihati menggurat di urat… membukakan sajadah panjang alas dahi kehidupan… Biarlah, kami taburkan bunga dari wadah cintamu… Wangi semerbak seharum do’a dari ananda-anandamu tercinta….”
Semoga Allah menerimamu ditempatnya yang mulia, jauh lebih mulia dari kemuliaanmu dalam memuliakan kami… Amiiiin.
:berduka
Discussion about this post