Sebuah survei menunjukan angka hingga 80 persen penduduk Indonesia mengaku tidak dapat bertoleransi jika harus bermasyrakat dengan kaum homoseks.
Survei yang dijalankan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tersebut juga menunjukan 77,5 persen publik menerima bertetangga dengan perbedaan agama.
Direktur YDJA, Novriantoni Kahar mengatakan, kajian dilaksanakan selama satu minggu dimulai pada 1 Oktober lalu, melibatkan 1.200 responden dengan metode multistage random sampling. Survei dilengkapi dengan riset kualitatif, analisis media dan Focus Group Discussion (FGD).
Beliau menambahkan, hasil survei dari LSI itu adalah kabar buruk buat Indonesia, mengingat adanya peningkatan sikap intoleransi. Hasil survei tersebut juga secara tidak langsung menjelaskan sikap kebanyakan penduduk di republik ini yang rata-rata tidak menerima golongan homoseks.
Ada tiga kelompok yang mungkin tidak disenangi atau terus mendapatkan penolakan oleh responden (masyarakat), yaitu Syiah, Ahmadiyah dan Homoseks. Hasilnya didapati antara 15 hingga 80 persen responden berkata, mereka tidak nyaman jika harus bermasyarakat dengan golongan homoseks.
Novriantoni juga mengatakan 41.8 persen respondon berkata mereka tidak nyaman bermasyarakat dan bergaul dengan penduduk beraliran Syiah, sedangkan 54 persen lagi menyatakan kesediaan untuk menerima kaum Syiah di lingkungan mereka.
Sementara itu, 46.6 persen responden berkata mereka tidak bisa menerima kelompok yang beraliran Ahmadiyah, 48.2 persen lagi mengaku bersedia menerima golongan ini, sedangkan 5.2 persen mengatakan tidak tahu.
Peneliti LSI Community, Ardian Sopa, pada survei LSI ditemukan ada tiga faktor yang mengharuskan adanya perhatian serius terhadap meningkatnya angka intoleransi, pertama, data jumlah kekerasan yang mengatasnamakan agama meningkat dari 62 kasus pada 2010 menjadi 92 kasus pada 2011.
Kedua, lembaga kepresidenan, politisi dan polisi dinilai kurang optimal oleh responden dalam melindungi perbedaan dan kebebasan. Survei LSI menemukan publik yang menyatakan puas atas kinerja kepresidenan 25,1 persen; politisi (37,7 persen) dan polisi (29,5 persen).
Ketiga, survei LSI juga menemukan bahwa ketidaktoleransian publik terhadap isu perbedaan masih tinggi yaitu 31,2 persen, sedangkan publik yang menilai cukup toleran sebanyak 63,1 persen dan yang tidak tahu hanya 5,7 persen.
- Diolah dari berbagai sumber
- Sumber gambar featured image : merdeka.com
Discussion about this post