Belakangan hari ini ramai seliweran di media sosial tentang ekspektasi dan realita yang kontras saat orang-orang melakukan perjalanan wisata. Bayangan yang sedemikian indah di destinasi wisata tertentu, terutama untuk foto-foto, seringkali tak sesuai harapan ketika sampai di lokasi ternyata ramainya luar biasa dan tentu sangat menyulitkan ketika kita ingin mengambil gambar yang bagus, tanpa ada gangguan obyek lain yang dirasa tidak perlu masuk ke dalam frame foto.
Pengalaman ini beberapa kali sering saya alami sendiri. Jauh-jauh datang dengan harapan dapat mengambil gambar yang bagus, apalagi harapan itu semakin memuncah dengan cuaca yang sepertinya mendukung, eh ternyata harus kuciwa luar biasa ketika sampai di lokasi ramainya luar biasa.
Memang sih, kalau memang ingin mendapatkan momen yang agak sepi, bisa diusahakan dengan datang bukan di akhir pekan, tapi saya pikir (kalau boleh urunan ide) dengan maraknya isu “realita tak sesuai ekspektasi”, ini menjadi perhatian serius bagi pengelola wisata untuk lebih respect dengan obyek wisata yang mereka kelola, agar bisa lebih eye catching ketika dijepret lensa kamera. Bagaimanapun, hasil jepretan para wisatawan itu akan ‘berbicara’ di pandangan banyak orang. Foto jalan-jalan itu akan menjadi duta wisata sesungguhnya. Semakin banyak foto-foto indah yang tersebar, semakin besar potensi wisatawan yang datang.
Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan agar foto realita sebuah wisata mendekati indahnya ekspektasi ialah dengan dibuatkan program One Day Background. Apa itu?
Hampir semua wisatawan sangat berharap bisa berpose dengan latar belakang obyek wisata yang indah, terutama obyek wisata landscape arsitektur, sayangnya ini sering jadi kendala karena obyek yang akan menjadi background dipenuhi wisatawan juga. Nah, One Day Background adalah sebuah gagasan dimana pengelola wisata mengkhususkan pada satu hari tentu obyek wisatanya diberi garis pembatas yang tidak boleh dilewati. Tujuannya agar obyek wisata bisa steril dan bisa menjadi background foto-foto yang indah.
Sebagai contoh, di sini saya menjadikan Candi Prambanan sebagai perumpamaan, yang kebetulan saya rasa sangat pas, mengingat Candi Prambanan ini sudah dilengkapi dengan pagar pembatas yang sekaligus jadi pemisah antara DI Yogyakarta (bagian komplek candi) dan Jawa Tengah (bagian pintu masuk candi).
Pada satu hari tertentu, komplek Candi Prambanan bisa ditutup dan tidak boleh dimasuki wisatawan. Komplek candi benar-benar steril dari keramaian. Disini, para turis bisa memotret Candi Prambanan-nya saja atau menjadikannya sebagai latar belakang tanpa gangguan keramaian yang mungkin dirasa mengganggu keindahan gambar.
Yang jadi catatan dari program One Day Backround ini adalah: pagar pembatasnya jangan terlalu tinggi, cukup sebagai penanda agar tidak boleh dilewati saja.
Jadi, singkat katanya satu hari itu menjadi khusus buat foto-foto tanpa mengganggu dan merasa terganggu.
Discussion about this post