Ekowisata atau yang dikenal juga dengan istilah ecotourism memang belum begitu populer di telinga kita. Padahal, secara tidak langsung ini adalah salah satu jenis pariwisata yang paling digandrungi oleh masyarakat kita.
Ekowisata merupakan konsep pariwisata yang menitikberatkan pada pesona alam yang indah dan menarik bagi siapapun yang mengunjunginya. Dimana ada kekayaan alam, harmoni lingkungan, dan tentu saja keberlangsungan (sustainable) didalamnya.

Bagi Indonesia, negara yang memiliki potensi alam yang luar biasa, sudah sangat jelas bahwa peluang ekowisata ada didepan mata. Akan tetapi bisa hilang begitu saja ketika kita tidak dengan segera menangkapnya.
Peluang ekowisata tidak hanya dilihat dari sisi finansial, tetapi ada keuntungan lain yang jauh lebih penting daripada itu, yaitu kesimbangan, keberlangsungan, dan kelestarian alam. Inilah dunia wisata yang “sambil menyelam minum air”, disatu sisi menawarkan keuntungan perekonomian, dan disisi lain juga menjaga keberlangsungan.
Dengan konsep ekowisata, masyarakat akan dibawa ke arah penyadaran bahwa kekayaan alam yang ada tidak hanya cukup dengan dibanggakan apalagi dihancurkan, tapi juga harus dijaga dan dilindungi. Karena, itulah masa depan keseimbangan hidup kita. Itulah masa depan perekonomian kita. Itulah masa depan kenyamanan kita.
Melihat begitu ‘menjanjikannya’ potensi ekowisata dimasa depan dengan dilihat dari segala sudut pandang. Pada tanggal 14 Juli 2012 saya dan teman-teman blogger beserta awak media masa berkesempatan ambil bagian pada acara Gathering Media dan Komunitas yang diselenggarakan oleh Blue Bird Group untuk meng-explorite (exploration and write) usaha penyelematan lingkungan yang mengarah kepada ekowisata di sepanjang Sungai Ciliwung.
Kenapa Harus Sungai Ciliwung ?
Disinilah letak keunikannya menurut saya pribadi ketika menelisik niatan Blue Bird Group yang berkeinginan menjadikan Sungai Ciliwung sebagai obyek ekowisata.
Umumnya orang akan berpikir dua kali bahkan lebih begitu mengaitkan aktivitas pariwisata dengan Sungai Ciliwung. Sangat tidak identik antara kata “pariwisata” dan “Sungai Ciliwung”, karena begitu mendengar kata “Ciliwung” yang hadir dalam benak pikiran kita adalah sebuah sungai yang sangat kotor, berwarna hitam pekat, dan gumpalan-gumpalan sampah disepanjang pesisirnya.
[one_half] [testimonial company=”Head of Public Relation Blue Bird Group” author=”Teguh Wijayanto” image=”http://rosid.net/wp-content/uploads/2012/07/Teguh-Wijayanto.jpg”]Sungai Ciliwung sangat cocok untuk dijadikan ikon karena Sungai Ciliwung memiliki peran besar untuk lingkungan Jakarta[/testimonial] [/one_half]
Inilah hebatnya konsep ekowisata, karena dituntut untuk indah dan bersih agar bisa menjadi obyek wisata, mau tidak mau Sungai Ciliwung harus ‘divermak’ sedemikian rupa supaya mampu menyajikan diri sebagai wahana alam yang patut dikunjungi.
Sungai Ciliwung dijadikan pilihan utama karena sungai ini merupakan urat nadi-nya Jakarta, yang jika berhasil dijadikan objek ekowisata maka tidak hanya memberikan efek positif perekonomian, tapi juga menjadi penyelamat keberlangsungan ibukota.
Memasyarakatkan Rantai Potensi Ekowisata Sungai Ciliwung
Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ekowisata ; tentang menyatukan konservasi, masyarakat, dan kehidupan yang berkelanjutan. Ini berarti bahwa mereka yang melaksanakan dan berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata harus mengikuti prinsip-prinsip ekowisata berikut :
Minimalkan dampak.
Membangun kesadaran lingkungan dan budaya rasa hormat.
Menyediakan pengalaman positif baik untuk pengunjung maupun pengelola.
Memberikan manfaat keuangan secara langsung untuk konservasi.
Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat setempat.
Meningkatkan kepekaan untuk menjadi tuan rumah bagi iklim negara, politik, lingkungan, dan sosial.
Jika dilihat dari prinsip-prinsip diatas, ekowisata memiliki perbedaan yang mendasar dibanding obyek-obyek pariwisata lainnya di wilayah perkotaan. Ekowisata memiliki keterkaitan antara keuntungan finansial dan keuntungan ekologis.
Gambarannya begini :
[quote]Sungai Ciliwung tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi jika tidak bersih, sehat, dan nyaman. Oleh karena itu jika masyarakat sekitar ingin mendapatkan keuntungan dari pariwisata di Sungai Ciliwung maka harus menjadi pemeran utama dalam menjaga kelestarian Sungai Ciliwung. [/quote]
Inilah sebuah rantai potensi yang lebih dari sekedar simbiosis mutualism antara masyarakat dengan Sungai Ciliwung. Sehingga menjadi wajib hukumnya untuk memberikan pemahaman dan penyadaran terhadap masyarakat.
Kita bisa berkaca dari pariwisata Bali. Yang menjadi menarik dari Bali adalah kekhasannya. Sehingga mau tidak mau masyarakat Bali tetap melestarikan kekhasan tersebut, karena itulah yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat disana. Demikian juga hal-nya dengan ekowisata.
Sinergitas “Si Burung Biru” dan “Si Pembiru”
Saya acungi jempol terhadap itikad “Si Burung Biru” Blue Bird Grup untuk mengarahkan kekuatan perusahaannya dalam mengusung tema Green Social for Save Ciliwung. Sebuah gagasan yang tidak sepele ketika bertekad menjadikan sebuah sungai dengan panjang sekitar 120 km dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 320 km2 menjadi kawasan hijau dan alternatif wisata alam di tengah ibukota.
Sadar bahwa masyarakatlah yang harus menjadi pemeran utama dengan disertai penuh kepedulian, Blue Bird berisnergi dengan berbagai elemen “Si Pembiru” disekitar Sungai Ciliwung, salah satunya adalah Komunitas Ciliwung.
Kenapa saya sebut “Si Pembiru” ?
Karena niat tulus mereka yang disertai dengan kesadaran dalam menjaga kelestarian alam telah memberi peran dalam menjaga ekosistem dan keberlangsungan, yang secara langsung melindungi langit kita tetap berwarna biru, tidak menjadi hitam pekat oleh gumpalan kelabunya polusi.
Selain dibuka dengan pertunjukan Silat Betawi yang berisi pesan-pesan moral tentang upaya menjaga kebersihan sungai -yang adegan demi adegannya disisipi candaan dan pantun khas Betawi mengundang gelak tawa-, pada kegiatan yang berpusat di Kebun Konservasi Tumbuhan Balekambang – Condet tersebut juga dihadirkan teman-teman dari Sinoux – Lembaga Studi Ular Indonesia, yang berbagi pengalaman dan pemahaman tentang karaketristik ular-ular asli Indonesia yang sering disikapai keliru oleh masyarakat Indonesia.
Alam Tenang Masyarakat Senang
Upaya Blue Bird Group dan Komunitas Ciliwung yang secara perlahan-lahan terus merubah wajah Sungai Ciliwung mulai memberikan dampak positif, setidaknya itu tergambar di Kebun Konservasi Tumbuhan Balekambang – Condet.
Lingkungan yang asri, hijau, dan sejuk menjadikannya tempat yang nyaman bagi masyarakat sekitar untuk menikmati ketenangan ditengah kesemrawutan ibukota.
Apalagi dengan tersedianya fasilitas free Wi-Fi, dikala senggang, tempat ini memberikan nuansa inspiratif tersendiri bagi pemuda-pemudi sekitar untuk berkreasi, semisal ruang belajar terbuka dan membuat kerajinan anyaman dari daur ulang koran bekas. Hemhhh… lagi-lagi begitu bersahabat dengan alam.
Sungai yang tidak terlalu kotorpun menjadi wahana bermain gratis bagi anak-anak sekitar untuk berenang tanpa rasa khawatir gatal-gatal. Tidak ada jaminan memang untuk tidak menimbulkan penyakit akibat berenang di sungai, tapi ini adalah satu gambaran bahwa ada setumpuk harapan dari generasi kita untuk dapat menikmati sajian warisan alamiah lingkungan.
Senang rasanya bisa ambil bagian dalam mengkampanyekan potensi ekowisata Sungai Ciliwung, walaupun baru sebatas postingan di blog. Saya tidak bisa membayangkan betapa lebih bahagianya teman di sekitaran Sungai Ciliwung dan teman-teman di Blue Bird Group yang terus bekerja keras membersihkan Sungai Ciliwung dan hasilnya dapat dinikmati oleh banyak orang.
Semoga secuil tulisan ini dapat menginspirasi kita semua untuk turut ambil bagian lebih konkrit dalam mewujudkan ekowisata di Sungai Ciliwung khususnya, dan tempat-tempat lain umumnya.
Discussion about this post