Seharusnya tulisan ini saya terbitkan pasca lebaran tahun 2012, tapi dengan harapan semoga masih ada umur dan dipertemukan kembali dengan lebaran tahun 2013, saya memilih menerbitkannya menjelang bulan Ramadhan tahun ini. Alasan konkritnya satu, karena mayoritas dari kita punya karakter latah. Saya membayangkan kalau tulisan ini diterbitkan pasca lebaran tahun lalu maka akan terasa basi, soalnya lebaran musim mudik baru saja lewat.
Menjelang bulan puasa, biasanya pihak-pihak terkait akan ‘menghangatkan’ kembali evaluasi dari musim mudik tahun sebelumnya. Mudah-mudahan tulisan ini hadir disaat yang tepat selagi hangat-hangatnya, atau latah-latahnya.
Tahun lalu saya punya pengalaman mudik yang cukup gokil. Dari Kampung Rambutan ke rumah saya di Subang memakan waktu 25 jam. Ya, lebih lama dari Tangerang – Surabaya menggunakan bus di hari-hari biasa. Padahal normalnya Jakarta – Subang hanya 3 – 4 jam.
Sepanjang perjalanan saya punya niat tambahan, yaitu mencari tahu apa saja yang menjadi penyebab kemacetan parah setiap kali mudik. Beberapa yang saya temukan adalah sebagai berikut :
1. Antrian di rest area / SPBU
Untuk kasus yang satu ini berlaku baik di jalan tol Jakarta – Cikampek maupun di jalur Pantura. Di jalan tol para pengendara antri untuk dua hal, yaitu mengisi bahan bakar dan istirahat. Kenyataannya, mengantri untuk istriahat jauh lebih dominan. Anda bisa membayangkan ruang parkir rest area tidak sanggup menampung kendaraan yang masuk setiap detiknya, sedangkan kendaraan yang keluar tidak setiap detik.
Ini semakin parah ketika orang cenderung berlama-lama di rest area. Semakin lama maka semakin menumpuk.
Lepas dari kemacetan di pintu tol Cikampek bukan berarti bebas merdeka. Sepengalaman saya, disinilah kemacetan parah justru dimulai. Belok kiri arah Pantura langsung seret, belok kanan arah Sadang Purwakarta langsung sepet (kadang agak mendingan, tidak separah jalur Pantura).
Kenapa begitu keluar pintu tol Cikampek langsung seret ?
Karena di simpang Jomin ada jalur pertemuan dari arah Karawang (didominasi sepeda motor) dan dari arah Cikampek (didominasi roda empat atau lebih) menuju arah Cirebon. Jadi sama halnya seperti 2 jalur disatukan menjadi 1 jalur (Pantura).
Lepas dari simpang Jomin kita akan berpadat-padat ria sepanjang jalur Pantura arah Cirebon. Kurang lebih 75% ruas jalan ini digunakan untuk ke arah timur.
Seperti saya bilang, SPBU kembali menjadi titik kemacetan. Kasusnya sama, yang antri bahan bakar sekaligus antri beristirahat. Kalau saya boleh memberi masukan, mungkin SPBU lebih baik dikhususkan untuk mengisi bahan bakar saja. Sementara tenda-tenda peristirahatan dan jajanan berada di tempat lain. Setau saya banyak tanah lapang di sepanjang jalur Pantura. Ini untuk memecah titik konsentrasi kepadatan pengendara.
Mungkin lumayan menarik juga jika Pertamina mau menambahkan SPBU Mobile di titik-titik tertentu untuk mengurai kemacetan di SPBU permanen.
2. Pertemuan arus
Ini seperti yang saya sebutkan diatas, yaitu titik pertemuan di simpang Jomin. Beberapa titik lainnya ada di Sadang, pertemuan arus dari arah tol Cipularang dan dari tol Cikampek. Kemudian juga di Ciasem, titik pertemuan dari jalur Pantura dan jalur Subang. Serta beberapa titik lainnya.
Saya kira lumayan sulit ya untuk menyiasati kemacetan di titik pertemuan arus seperti ini. Umumnya rekayasa lalu lintas yang lumayan manjur untuk mendisiplinkan pengendara agar tidak menambah kemacetan adalah dengan diterapkannya sistem buka – tutup. Beruntunglah kalau pas Anda akan melintas sedang buka jalur, tapi wajib bersabar ketika ditutup untuk dilintasi dari arah jalur lainnya.
Solusi lain dari pertemuan arus ini biasanya dengan membangun Fly Over, semisal di Balaraja (arah Merak) dan Pamanukan (arah Cirebon).
3. Volume yang tidak seimbang dan kemajuan daerah yang (masih) belum merata
Saya kira ini sudah banyak yang tahu ya, kurang lebih begitulah adanya. Kecil kemungkinannya jalur Pantura diperlebar. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah mendukung sekaligus mengawasi usaha pemerintah dalam membangun jalan tol dari Cikampek sampai Cirebon, kabarnya begitu.
Di saat yang bersamaan, semoga pembangunan di daerah-daerah semakin merata sehingga tidak mendorong orang berbondong-bondong ke Jabodetabek. Kemudian juga kualitas angkutan umum semakin baik sehingga orang berpikir ulang untuk mudik menggunakan sepeda motor, walap sebetulnya alasan besar kenapa mudik pakai motor bukan hanya karena itu, tapi supaya di kampung bisa jalan-jalan pakai motor.
4. Pasar Tumpah
Ini sangat disayangkan memang, jalan yang seharusnya untuk dilalui kendaraan tapi kadang hampir separuhnya digunakan untuk berjualan. Oknum pedagang tidak bertanggungjawab atas area yang seharusnya bukan tempat mereka berjualan, dan pemerintah tidak bertanggung atas ketertiban yang seharusnya ditegakan. Kompaklah sudah.
Hemh… kira-kira seperti apa ya suasana mudik tahun ini ?, masih agak trauma rasanya kalau Jakarta – Subang harus ditempuh sampai 25 jam. Tapi lebih trauma lagi kalau lebaran tidak mudik.
Discussion about this post