Selama lebih dari satu tahun, kosan tempat saya tinggal bisa dibilang nyaman dan penuh keakraban. Antar penghuninya sudah seperti keluarga sendiri. Ada yang dari Ambon, Payakumbuh, Purwokerto, Purwakarta, dan saya sendiri Subang (kemasan Tangerang), bahkan sebelumnya ada yang dari Lampung, Majalengka dan Solo. Semuanya guyub, kompak dan hampir setiap malam menghabiskan waktu bersama di ruang tv, entah itu hanya nonton tv atau main kartu remi untuk sekadar seru-seruan, gak ada istilah pakai duit-duitan.
Baru-baru ini, rumah kos yang salah satu kamarnya saya tempati ini kehadiran penghuni baru, seorang pria muda yang sampai dua minggu ini tidak tahu berasal dari mana dan kerjanya apa, karena dia masih tidak mau berbaur. Satu dua hari tanpa interaksi, kami masih menganggap wajar, mungkin dia masih merasa malu. Walau sebetulnya tidak boleh demikian jika kita sudah dewasa dan sadar akan pentingnya bersosialisasi.
Di satu kesempatan, saya dan seorang teman sengaja ngobrol di dekat pintu turun tangga, agar pas dia keluar bisa menyapanya dengan asumsi “mungkin dia merasa malu, biarlah kami yang menyapanya terlebih dahulu”. Rencana hampir berhasil, beberapa menit kemudian dia mengenakan helm, melewati wajah saya dan teman saya yang sedang mengobrol. Dalam hati sih agak kesal “nih orang ko gak ada sopan santun tegur sapanya sama sekali”, akhirnya dengan berusaha sangat ramah saya yang duluan menyapa “keluar, Mas? jangan lupa pintu kamarnya dikunci dulu”. Asyeeeeemmm… dikacangin, gak ada sahutan sama sekali.
Baiklah, sepertinya dia memang anak mamih yang saban harinya menghabiskan waktu di kamar dengan gadget kesayangannya, sampai akhirnya dia tidak tahu lagi yang namanya berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Nahasnya, makhluk semacam ini harus terlempar ke arena perantauan dan kemudian masih tetap merasa kalau gue punya dunia sendiri.
Antara kasihan dan menyebalkan, semalam saya bertindak agak sedikit jahil. Ketika semuanya berada di kamar, kecuali dia yang masih di luar, pintu depan saya kunci slot dari dalam. Saya ingin tahu, apa yang akan dia lakukan ketika tidak bisa masuk rumah kos karena pintunya dikunci dari dalam.
Setelah saya tunggu sampai jam 1 malam, akhirnya dia pun pulang. Terdengar setelah membuka kunci, ia berusaha mendorong-dorong pintu karena memang setelah kunci utamanya terbuka, pintu masih tertahan slot di dalam. Setelah sekitar 10 menitan tidak ada suara, tiba-tiba muncul suara ketukan pintu, mungkin dia nyerah.
Saya masih belum membukakannya. Tahu kenapa? karena dia hanya mengetuk tanpa mengucapkan salam, atau permisi, atau bahkan minta tolong. Saya biarkan sampai 30 menitan. Ketika ketukannya semakin keras, karena takut mengganggu bapak kos, akhirnya saya bukakan sambil pura-pura seolah tidak tahu apa-apa.
“Gak bawa kunci, Mas?”
“Bawa, sudah saya buka tapi pintunya masih terbuka. Kayanya kekunci dari dalam”
“Ah, enggak ko. Tadi saya tarik tuasnya langsung kebuka.”
Sampai disitu, dia gak mengeluarkan kata-kata lagi. Langsung naikin ke kamarnya. Helooo… terus gue gitu yang harus nutup dan ngunciin pintunya lagi?
Saya sengaja menuliskannya di blog ini. Biar bisa jadi pelajaran bagi siapapun yang akhirnya harus tinggal di kosan. Pelajaran bahwa berbaur dengan sesama penghuni kos itu sangatlah perlu. Ada banyak manfaat yang bisa kita rasakan. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari berbaur dengan sesama penghuni rumah kos.
Discussion about this post