Menapak Jejak Pengasingan Para Pendiri Bangsa di Pesanggrahan Menumbing Muntok, Pulau Bangka

Pesangggrahan Menumbing. Disnilah para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta dan Agus Salim pernah diasingkan pada masa Agresi Militer II Belanda ke Yogyakarta yang dijadikan Ibu Kota Republik Indonesia pada waktu itu.

Saya, di atap Pesanggrahan Menumbing dengan latar belakang panorama Pulau Bangka

Saya, di atap Pesanggrahan Menumbing dengan latar belakang panorama Pulau Bangka

Pasca rehat sejenak di Bangka Tengah untuk sarapan dengan menikmati Mie Koba, saya dan rombongan Kelas Blogger langsung menuju ke destinasi utama dalam menikmati Pesona Pangkalpinang, yaitu menapak jejak sejarah pengasingan para pendiri bangsa di Pesanggrahan Menumbing Muntok (Mentok), Pulau Bangka.

Jika dihitung dari Bandara Depati Amir, perlu waktu sekitar 3 jam bagi kami untuk menempuh perjalanan Pangkalpinang – Muntok sejauh lebih dari 140km menggunakan mobil mini bus. Meretas Pulau Bangka  dari sisi paling timur hingga ke sisi paling barat. Melintasi Petaling, Neknang, Kelapa, Simpang Teritip, Majang dan tentu saja Kota Muntok yang masuk ke wilayah Kabupaten Bangka Barat.

Meski jarak yang ditempuh lumayan jauh (setara dengan Merak – Bagedur via Saketi), bersyukur Jl. Raya Pangkalpinang – Muntok yang kami lewati beraspal dengan kondisi yang sangat baik dan tidak ada istilah macet. Apalagi, sepanjang perjalanan kami disuguhi suasana alam yang masih alami dan kontur jalan dominan lurus dengan beberapa turunan dan tanjakan. Sesekali, rombongan teriak histeris sambil tertawa karena serasa naik roller coster di alam terbuka.

Sekitar pukul 11.00 WIB, kami memasuki gerbang “Bukit Menumbing”, menandakan bahwa dalam beberapa menit lagi kami akan sampai ke titik utama destinasi, yaitu Giri Sasana Bukti Menumbing, tempat dimana para pendiri bangsa seperti Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan Agus Salim diasingkan pada agresi militer II Belanda(19 Desember 1948- Juli 1949).

Setibanya di lokasi tempat pengasingan, saya merasa (dibuat) dilema, antara takjub dengan keindahan panorama dari puncak Bukti Menumbing, sekaligus sedih membayangkan betapa pilunya ketika sosok para founding father itu harus diasingkan oleh penjajah Belanda di sebuah tempat yang pada masanya saya pikir sangatlah terasing.

Giri Sasana Menumbing dikenal juga dengan sebutan Pesanggrahan Menumbing. Di tempat ini, berdiri sebuah komplek villa yang dibangun pada tahun 1928-1930. Mulanya, komplek villa ini diperuntukkan sebagai tempat beristirahat para pejabat perusahaan timah Bank Tin Winning Bedriff.

Memasuki bangunan utama, berjejer rapi meja dan kursi yang membentuk pola huruf “U”, yang jika dilihat dari bentuknya tampaknya sering digunakan rapat pada masanya. Meski bangunan utama Pesanggarahan Menumbing ini cukup besar, tidak banyak sekat tembok pada bagian ruangan utamanya. Cenderung terbuka dengan beberapa meja dan kursi yang memang (sepertinya) di-setting untuk nyaman berdiskusi.

Di bagian dinding terdapat beberapa foto yang menampilkan lokasi pengasingan, para tokoh dan kawasan Pulau Bangka pada zaman dahulu kala.

Sebelum masuk ke kamar tempat pengasingan, tersimpan sebuah mobil Ford tua berwarna hitam dengan nomor polisi BN-10. Mobil ini, pada zamannya merupakan salah satu kendaraan para tokoh bangsa selama diasingkan di Pulau Bangka.

Masuk ke dalam kamar, terdapat dua tempat tidur. Sayangnya, di kedua tempat tidur tersebut tidak ada keterangan yang menunjukkan dahulunya digunakan oleh siapa. Di antara keduanya, terdapat sebuah foto Bung Karno berwarna hitam putih dan peci hitam yang menggantung di sisi tembok sebelah kiri (dari posisi saya menghadap). Satu yang harus diperhatikan, petugas yang jaga memberi tahu kami jika kamar tersebut mohon maaf tidak boleh dimasuki bagi perempuan yang sedang halangan (red. haid).

Usai melihat-melihat kamar utama, saya dan teman-teman naik ke atas atap –yang memang dicor–. Dari sini, saya benar-benar dibuat takjub. Sejauh mata memandang, terhampar luas panorama indah Pulang Bangka yang nampak jelas hingga ke lautan lepas.

Saya, di atap Pesanggrahan Menumbing dengan latar belakang panorama Pulau Bangka

Tentang Ular Penjaga Pesanggrahan Menumbing

Ini yang mebuat saya sempat percaya tidak percaya. Oleh penjaga, kami diberitahu jika di pohon cemara kecil di depan pintu masuk ada ular belang bercorak hijau (kehitam-hitaman) – kuning. Yang mengejutkan, konon ular tersebut tidak kemana-kemana, selalu ada disitu. Entah sejak kapan ada di situ, tidak ada yang tahu pasti. Yang jelas, hingga saat ini ular tersebut tidak pernah mengganggu. Konon, ular-ular tersebut ada 5 ekor. Sedangkan yang bisa saya lihat saat itu ada 1 ekor, entah yang 4 nya sedang pergi kemana.

Ular di pohon cemara, di depan pintu masuk Pesanggrahan Menumbing

Untuk meyakinkan diri, saya coba Googling mencari informasi tentang ular tersebut. Ternyata benar, saya mendapati beberapa artikel yang sudah mengulasnya lebih dari setahun yang lalu.

Jika dilihat dari corak dan bentuk kepalanya yang cenderung besar dan berbentuk segitiga sempurna, sepertinya ular tersebut merupakan ular jenis Wagler’s Pit Viper (mohon dikoreksi jika salah) yang dikenal sangat berbisa dengan tingkat mematikan sekitar 40% – 70%. Habitat penyebaran Wagler’s Pit Viper (Tropidolaemus wagleri) kebetulan juga salah satunya di Pulau Bangka, selain di  Sumatra, Mentawi, Nias, Kepulauan Riau , Natuna, Kalimantan, Karimata, Buton dan Sulawesi.