Waspadai ‘Rebranding’ Jenis-jenis Narkoba

Ada istilah “apalah arti sebuah nama”, tapi nanti dulu, karena nyatanya segala sesuatu lebih dikenal lewat namanya.

Dalam dunia bisnis, rebranding atau rename atau juga remark merupakan hal yang lumrah untuk mengubah paradigma dan nilai jual merk sebuah produk. Strategi rebranding sering dilakukan untuk produk-produk yang gagal –atau diprediksi akan gagal– dikenal dipasaran, padahal mempunyai potensi keuntungan yang luar biasa. Kunci penting dari rebranding yang paling standar adalah nama yang otentik, mudah diingat, perubahan struktur logo dan warna identitas, dan tentu saja membuat orang tertarik atau penasaran.

Rebranding tidak bisa dianggap sepele. Keseriusan yang dimulai  dari niat, potensi, keterlibatan, rencana pengembangan, serta eksekusi mampu mengorbitkan sesuatu yang awalnya biasa-biasa saja. Lihatlah bagaiman para artis dijagat hiburan,  jarang sekali bukan yang dikenal dengan nama aslinya ? ya, itulah the power of name.

Strategi dalam bisnis normal ini bukan tidak mungkin dilakukan oleh para pembuat dan pengedar zat haram narkotika dan psikotropika. Tentunya tidak termasuk rebranding dalam bentuk logo dan warna identitas.

Apakah mungkin bandar narkoba mempunyai konsultan branding ?

Ini bisnis haram dengan nilai nominal yang fantastis, bukan tidak mungkin mereka mempunyai konsultan branding untuk membesarkan bisnisnya. Kedengarannya ini gila, tapi ya seperti yang saya katakan di atas, ini bukan tidak mungkin.

Kita lihat saja bagaimana ganja bermetamorfosa ke dalam banyak nama (sebagian orang menyebutnya bahasa slang). Secara internasional, ia dikenal dengan sebutan Marijuana atau dengan bahasa latin Canabis sativa. Tapi di Indonesia ? ia dikenal dengan banyak nama. Ada Gele, Cimeng, CMD, Dagga, Grass, Hawi, Jayus, Joints, Mary Jane, Ngebaks, Pot, Rasta, dan lain sebagainya.

Contoh lainnya adalah heroin. Heroin berhasil beranak pinak ke dalam nama yang beragam, baik yang masih murni maupun sudah dicampur. Untuk kegiatan mengkonsumsi heroin ada salah satu istilah yang  yang dikenal dengan Seting (ngeset),  yaitu proses mencampurkan heroin dengan air. Ada juga Speedball (campuran heroin-kokain), Stock (STB/stock badai – sisa heroin yang disimpan untuk dipakai pada saat nagih), Semata (setetes air yang sudah dicampur heroin), Bedak etep putih (sebutan lain heroin), Gepang (punya putauw atau heroin), Pahe (pembelian heroin atau putauw dalam jumlah terkecil) dan masih banyak lagi yang mungkin belum diketahui secara umum.

Pertanyaannya adalah : siapa yang pertamakali mengenalkan nama-nama tersebut ?

Sangat sulit untuk menjawab dengan pasti apalagi sambil tunjuk jari. Satu yang pasti, penamaan semacam ini adalah cara mereka untuk menyamarkan gerak transaksi dan penyalahgunaan napza secara sembunyi-sembunyi dengan menggunakan kata sandi atau codename yang tidak mudah untuk cepat dikenali.

Penamaan unik pada berbagai jenis narkoba memang tidak dilakukan sepenuhnya oleh produsen atau bandar. Strategi sembunyi-sembunyi seperti ini bisa berlaku secara horisontal (antar pengguna atau antar sesama pengedar), bisa juga secara vertikal, mulai dari produsen, bandar, pengedar, hingga pengguna.

Rebranding narkoba tentu saja tidak mengacu kepada Drug nomenclature yang berlaku, dimana umumnya memiliki 3 nama: nama kimia, nama internasional (International Nonproprietary Name – INN) yang dikenal juga sebagai nama generik atau hak milik, dan terakhir nama merek. Bahkan mereka berusaha membuatnya seberbeda mungkin.

Peka terhadap istilah yang tidak umum

Melihat kondisi seperti ini tidak ada salahnya jika kita mulai kepo terhadap hal-hal baru yang dikenal dengan istilah tak familiar, terutama jika  itu  ada di sekitar kita. Misal, jika kita mendengar obrolan sang anak dengan temannya yang menurut kita ada bahasa-bahasa yang tidak umum. Ini penting, demi  Indonesia bergegas bebas dari narkoba.

Googling bisa jadi cara yang sederhana untuk menemukan arti dari istilah-istilah yang digunakan pada rebrending narkoba. Satu yang harus diingat, bahwa kita mencari tahu untuk tahu, bukan untuk mencobanya. Kalau kita malah tertarik untuk mencobanya, berarti kita sendiri telah terperangkap oleh strategi rebranding jaringan pengedar narkoba, yaitu menjadi menarik dan membuat penasaran.

Contoh rebranding narkoba ini berhasil membuat orang-orang di negara barat penasaran dan mencarinya adalah Molly, yang ternyata  merupakan sebutan lain untuk untuk psikotropika jenis ekstasi. Begitu orang mendengar kata Molly responnya akan berbeda dengan mendengar kata Ekstasi. Orang tidak akan penasaran lagi begitu mendengar kata ekstasi, tapi mendengar kata Molly ? ia seolah digambarkan sebagai sosok gadis yang lucu dan menarik.

Jika sudah tahu dari istilah-istilah ganjil yang ternyata merujuk kepada penamaan narkoba, usahakan tidak untuk disimpan didalam kepala sendirian. Anggaplah di luaran sana banyak orang yang dibuat tertipu oleh nama-nama tersebut. Sebarkanlah, salah satunya bisa melalui media blog. Kita bantu Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam memerangi penyalahgunaan narkoba mulai dari hal-hal yang sederhana dengan berbagai cara.

Konsklusi

Nama baru berbagai zat dan jenis narkoba yang beredar perlu (bahkan harus) teridentifikasi. Ibarat perang, kita harus mengenali musuh kita. Jika kita berperang melawan peredaran narkoba, berarti kitapun harus mengenali nama-nama yang menjadi sebutan untuk narkoba.

Proses pengenalan nama jenis-jenis narkoba dan/atau yang terkait dengannya akan memberikan penekanan pada strategi kamumplase yang bisa jadi akan menjebak generasi kita, bahkan diri kita sendiri. Jadi, waspadailah rebranding terhadap berbagai jenis narkoba.

Referensi tambahan :

http://bomberpipitpipit.wordpress.com/istilah-gaul-narkoba/