Tentang Tidak Butuh, Tidak Ingin, Tapi Beli

tidak butuh tidak ingin tapi beli

Dalam sebuah diskusi soal web, sampailah ungkapan seorang peserta obrolan di kalimat “ya kalau belum butuh, ngapain kita pake VPS, SSL dan CDN segala?“. Kalimat ini agak menohok, karena kebetulan saya salah satu “tsk.” nya.  Kalimat “tidak butuh, tidak ingin, tapi beli” awalnya saya dapat dari presentasi sebuah situs jual beli online terbesar di Indonesia. Iya, itu adalah misi yang menjadi DNA mereka… Bagaimana caranya membuat orang yang tidak butuh, tidak ingin, tapi harus beli! Greget, kan?

Agak sulit bagi saya untuk menerjemahkan makna di balik kalimat tersebut ke dalam logika mainstream, bagaimana caranya membuat orang yang tidak butuh, tidak ingin, tapi beli? Sampai kemudian saya membaca sebuah tulisan (lupa siapa penulisnya), bahwasannya dari setiap rencana belanja bulanan kita, jangan lupa, masukan item investasi skil alias “investasi otak”, karena memcari ilmu itu sifatnya wajib seumur hidup dan skil yang meningkat sangat diperlukan untuk masa depan, bahkan sampai tua.

Dari bacaan tersebut, saya mulai menangkap makna kalimat “tidak butuh, tidak ingin, tapi dibeli” tadi (setidaknya versi saya), yaitu investasi. Ya, namanya orang berinvestasi, kadang apa yang dia beli (biasanya) tidak untuk digunakan langsung. Bahkan secara hasrat, ia tidak membutuhkan dan tidak menginginkannya.

Kembali ke soal paragraf pertama.

Sebagai tukang nge-web, secara teknis saya belum begitu butuh dengan VPS dan juga CDN. Shared hosting dan Cloudflare free version sebagai alternatif CDN masih cukup buat diandalkan. Minimal ke dalam beberapa paket shared hosting. Lalu kenapa sampai pake VPS dan CDN segala? Inilah “tidak butuh, tidak ingin, tapi beli” versi saya. Ya, inilah investasi.

Dunia web yang saya geluti saat ini dipelajari secara otodidak dan itu diawali dengan kenekatan membeli domain dan hosting. Padahal saya sendiri belum tahu, domain dan hosting itu mau diapakan dan harus diapakan. Kenapa saya nekat beli? Karena saya ingin belajar. Saya merasa bahwa di era internet ini ada sesuatu yang harus saya pelajari dan saya mengerti.

Untuk masuk ke dalam konfigurasi VPS atau CDN dan kemudian mempelajari cara penggunaannya, saya harus berani dan rela keluar biaya. Dengan menggunakan VPS dan CDN berbayar, saya punya keleluasaan untuk mempelajarinya dan melakukan trial (and error) lebih bebas.

Begitulah investasi skil, ada harga yang harus kita bayar dalam meningkatkan kapasitas diri. Selain dengan biaya, minimal dengan waktu dan kesabaran. Tidak ada bedanya dengan belajar bertani, kita harus mau membeli benih, bahkan juga lahan. Untuk belajar menjahit, kita harus berani membeli bahan kain. Untuk belajar merakit, kita harus siap membeli bahan yang akan diramu.

Soal investasi skil, kita harus yang paling tahu akan bakat, potensi dan peluang. Konsekuensi logisnya, kita juga yang harus mau keluar biaya investasi. Toh semuanya akan kembali untuk diri kita sendiri. Kita tidak bisa berharap orang lain atau perusahaan (tempat dimana kita bekerja) yang investasi skil di diri kita. Sekalipun kemungkinan itu ada, kita harus siap dengan utang budi. Selebihnya jangan lupa, masa depan kita tetaplah menjadi tanggungjawab kita.

Menurut saya, jika kita ingin mempelajari sesuatu, jangan takut untuk keluar modal. Ini investasi untuk otak kita. Yang jangan lupa, tetaplah punya prioritas, mana yang harus kita pelajari lebih dulu. Jika perlu, mana yang paling linier dengan bidang yang kita geluti saat ini. Peluang untuk mendapatkannya secara gratis kadang juga ada, tapi dengan sedikit (bahkan banyak) berani keluar modal, biasanya kita akan lebih bisa menghargai proses dan hasilnya, karena kita tahu, untuk mendapatkannya tidak mudah.

Jadi, kalau sudah benar-benar ingin bisa, baiknya harus siap dengan pengorbanan. Kalau sudah keluar pengorbanan, pelajari dengan baik sampai benar-benar bisa. Agar tidak sia-sia.