Filografi : Penggabungan Filsafat dan Seni Grafis

Belum banyak artikel yang membahas tentang Filografi (Philography) dalam bahasa Indonesia. Saya sudah coba lakukan pencarian di beberapa mesin pencari seperti Google, Yahoo, dan Bing, bahkan benar-benar tidak menemukannya.

Ada yang mengartikan filografi sebagai sebuah kegiatan pengumpulan tanda tangan, terutama tanda tangan orang-orang terkenal. Ada juga yang mengartikannya sebagai visualisasi filsafat dalam bentuk gambar (grafis).

Perbedaan arti tersebut berasal dari sumber penggabungan dua kata yang berbeda, yaitu :

  1. Philology (mencintai) + Graphy (Menggambarkan/Visualisasi)
  2. Philosophy (filsafat) + Graphy (Menggambarkan/Visualisasi)

Mana yang lebih populer ? saya tidak tahu, karena istilah Philography – jika dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia menjadi ‘Filografi’- memang keduanya sama-sama masih belum begitu populer.

Karena sedikit banyaknya saya berlatar belakang seni rupa, disini saya hanya akan menyampaikan informasi Filografi versi filsafat. Meskipun sama-sama mengandung unsur kata ‘grafi’, sepengetahuan saya yang nomor 2 lebih kental seni rupanya.

Filografi adalah sebuah visualisasi filsafat ke dalam bentuk gambar. Dengan gambar-gambar tersebut kita bisa belajar lebih mudah dalam mengidentifikasi sebuah kepribadian yang biasanya terscermin dari filsafat yang dianut oleh seseorang.

Lahirnya Filografi sebagai akibat dari besarnya (bahkan semakin besar) sebuah pemikiran, ide, atau gagasan. Kadang begitu sulit untuk dipahami, apalagi harus dicerna. Seperti menjadi sebuah tantangan untuk divisualkan dalam bentuk desain grafis sebagai usaha menangkap ide-ide besar dalam bentuk yang sederhana dan dalam penjelasan kalimat tunggal.

Tokoh yang dianggap berperan besar dalam filografi adalah Genís Carreras, dimana ia adalah orang pertama yang dijuluki sebagai Filografis (Philographics). Awalnya Carreras hanya membuat 24 desain filografi, tapi sejauh ini telah berkembang menjadi 95 desain. Beberapa diantaranya seperti ; Idealisme, Dualisme, Eksistensialisme, Naturalisme, dan lain sebagainya.

Yang masih menjadi pertanyaan saya adalah “Apakah emoticon seperti 😉 bagian dari filografi ?”. Dari sisi fungsi mungkin tidak jauh berbeda, karena melalui emoticon kita jadi lebih mudah memahami ekspresi seseorang. Hampir sama funsginya dengan Filografi yang dibuat untuk lebih mudah dalam memahami sebuah karakter/filsafat.

Kalau Anda bagian dari sebuah ‘isme‘,  Anda bisa menemukan visualisasi tentang karakter Anda. Temukan langsung di website Genís Carreras DISINI